Wah....baru tahu nih ternyata penemu 4G LTE itu bukan orang indonesia, berikut informasi yang dituangkan dalam sebuah artikel mengenai mis-informasi gembar-gembor tentang penemu teknologi 4G LTE..berikut re-post artikel yang cukup panjang yang dimuat di detik.com ...
Jakarta - Artikel ini ditulis dengan maksud untuk berkontribusi kepada upaya pelurusan pemberitaan dan informasi di bidang komunikasi selular yang kami pandang berpotensi memunculkan misinformasi kepada masyarakat dalam melihat kiprah dan upaya anak bangsa Indonesia di bidang ini pada tingkat global yang sebenarnya cukup membanggakan.
Apakah 4G LTE?
4G LTE (Long Term Evolution) adalah sistem komunikasi selular generasi ke-4 untuk menggantikan sistem sebelumnya yang lebih umum dikenal dengan 3G WCDMA (HSPA) atau pun 2G GSM/EDGE.
Sebagai generasi yang terbaru, 4G LTE memiliki banyak keunggulan dibandingkan dengan generasi- generasi sebelumnya dan yang paling mudah dikenal adalah kecepatan data yang lebih tinggi seperti yang diilustrasikan melalui gambar di bawah ini [referensi: TeliaSonera Annual Report 2008]. Saat ini kecepatan 4G LTE sudah menembus lebih dari 1 Gbps yang berarti puluhan kali lebih cepat dari sistem sebelumnya, 3G.
Salah satu komponen fundamental di 4G LTE yang memungkinkan untuk mencapai kecepatan data yang tinggi adalah penggunaan metoda modulasi Orthogonal Frequency Division Multiplexing (OFDM) untuk sisi komunikasi dari base-station ke handphone (Downlink) dan metoda Single Carrier- Frequency Division Multiple Access (SC-FDMA) untuk sisi komunikasi dari handphone ke base- station (Uplink).
OFDM sudah ditemukan sekitar tahun 1970-an. Setelahnya banyak sekali varian dari OFDM. SC-FDMA adalah modifikasi sederhana dari metoda OFDM dengan menambahkan modul Fast Fourier Transform(FFT) di sisi pemancar pada handphone sehingga penggunaan power amplifier bisa lebih effisien dan menjadikan hemat baterai.
Masih banyak lagi komponen-komponen fundamental lainnya di 4G LTE, misalnya MIMO, link adaptation, HetNet, dsb. Hal ini menjadikan 4G LTE suatu sistem yang mempunyai kompleksitas cukup tinggi di sisi handphone, base-station, dan jaringan infrastruktur.
Bagaimana Proses Pembentukan 4G LTE?
4G LTE dibuat dan dirumuskan dalam sebuah badan standarisasi internasional yang dinamakan 3GPP (3rd Generation Partnership Project). 3GPP memiliki anggota hampir semua pelaku industri di bidang telekomunikasi dan berbagai pusat penelitian di seluruh dunia, di antaranya termasuk vendor telekomunikasi, seperti Ericsson, Huawei, Samsung, Nokia, Qualcomm, Sony, operator telekomunikasi seperti NTT Docomo, KDDI, AT&T, KT Corporation, Telia Sonera, Vodafone, Orange, dsb.
Proses perumusannya berawal dari fasa study item (study kelayakan) sekitar 2005 awal dan dilanjutkan dengan fasa working item (perumusan standard). Prosesnya, hampir semua anggota 3GPP mengusulkan ide dan proposalnya, mendiskusikan secara bersama-sama. Misalnya mempertimbangkan dari segi kompleksitas dan performa.
Pada umumnya, sebelum mengusulkan ide atau proposalnya, ide tersebut sudah terproteksi dalam bentuk paten. Proses perumusan standard 4G LTE memerlukan proses yang cukup panjang dan pertemuan diselenggarakan hampir setiap bulan di berbagai negara dan benua.
Umumnya, bentuk terakhir dari suatu feature yang diputuskan bersama adalah hasil dari gabungan (sintesis) dari beberapa proposal yang diakui kompetifif. Jarang sekali ada proposal tunggal dari satu perusahaan yang diadopsi tanpa modifikasi (as it is).
Keputusan ini diambil melalui proses konsensus (musyawarah). Akhirnya, pada saat setelah standar dokumen (yang dikenal sebaga spesifikasi) sudah diresmikan maka semua vendor telekomunikasi akan mengimplementasikan produknya sesuai dengan standar tersebut.
Contohnya, deskripsi teknologi LTE dapat ditemukan di dalam berbagai dokumen spesifikasi di setiap lapisan akses. Untuk lapisan fisik (physical/PHY layer/Layer 1), 4 dokumen spesifikasi inti telah dibentuk. Untuk lapisan di atas (medium access control dan radio resource controller), 2 dokumen spesifikasi ini telah dibentuk. Hal ini yang memungkinkan produk 4G LTE bisa digunakan di seluruh dunia.
Ada hal lainnya yang perlu dimengerti oleh pihak-pihak yang tidak langsung terlibat di dalam penulisan spesifikasi. Pertama, sebagai badan standardisasi, 3GPP hanya memuat komponen yang esensial di dalam spesifikasi. Contohnya, di dalam dokumen spefisikasi LTE, OFDM diformulasikan sebagai penjumlahan berbagai sinusoid dengan frekuensi yang berbeda-beda. Tetapi spesifikasi LTE tidak mengharuskan vendor untuk memakai skema FFT (Fast Fourier Transform) ataupun skema FFT tertentu (karena FFT dapat diimplementasikan dengan berbagai cara).
Salah satu motivasinya adalah memberikan kebebasan kompetitif kepada berbagai vendor untuk menggunakan skema mereka sendiri di dalam produk mereka.
Jadi, seorang penemu skema FFT yang berbeda dari sebelumnya tidak bisa mengklaim bahwa penemuannya telah atau akan dipakai untuk LTE. Si penemu tentunya dapat mengklaim bahwa skema FFT yang ditemukannya adalah salah satu cara ' mplementasi' untuk pemancar (transmitter) atau penerima (receiver) LTE. Dia tidak dapat mengklaim lebih banyak daripada itu. Terlebih lagi, FFT hanyalah salah satu dari 4 atau 5 komponen pembentuk OFDM.
Siapakah Penemu 4G LTE?
Seperti yang telah dijelaskan di atas, setiap feature di dalam teknologi LTE sering kali adalah hasil sintesis dari beberapa proposal. Komponen-komponen tersebut dirumuskan secara bersama-sama oleh pelaku industri dalam forum 3GPP.
Teknologi LTE sendiri dirumuskan di dalam 6 dokumen spesifikasi yang kompleks. Tentunya di dalam 4G LTE terdapat ribuan komponen penting yang saling terkait satu sama lainnya. Jadi, tidaklah mungkin bahwa seseorang atau bahkan satu institusi dapat mengklaim sebagai penemu 4G LTE.
Sayangnya, dalam waktu beberapa tahun belakangan ini beredar pemberitaan di surat kabar atau di media sosial bahwa penemu 4G LTE adalah salah seorang warga negara Indonesia (link artikel terkait di sini, di sinidan di sini). Mungkin bisa jadi ini adalah kesalahan dari wartawan atau aktivis media sosial yang terbawa oleh keinginan untuk membanggakan prestasi anak bangsa Indonesia.
Namun perlu dipahami bahwa wartawan atau aktivis media sosial pada umumnya adalah masyarakat awam, yang tidak memiliki pengetahuan mendetil mengenai bidang ini. Terutama apabila misinformasi ini diperkuat oleh pernyataan 'sang penemu' tersebut yang menyatakan bahwa 4G LTE telah menggunakan atau mengadopsi hasil temuannya yang berupa penggunaan sepasang FFT di pemancar untuk menghemat konsumsi daya [referensi: Teknologi Pulang Kandang, Artikel di Kompas 12 Desember 2014].
Bisa jadi pernyataan seperti ini yang kemudian mengarahkan para wartawan atau masyarakat pada umumnya untuk memandang yang bersangkutan benar-benar sebagai penemu 4G LTE.
Temuan/paten yang bersangkutan terkait sepasang modul FFT didaftarkan pertama kali pada Agustus 2005 [referensi: Takao Hara, Anwar Khoirul, Kiyotake Ando, Transmitter and Receiver, US 7804764 B2]. Padahal penggunaan sepasang FFT pada transmitter sudah banyak ditemukan di publikasi internasional jauh sebelum Agustus 2005. Salah satunya adalah tulisan profesor terkemuka dari Jerman, Hermann Rohling dan mahasiswanya pada tahun 2002.
Selain itu, pada saat 4G LTE masih berada di fasa study kelayakan pada pertemuan pertama kali, beberapa perusahaan sudah mengusulkan penggunaan ide ini [referensi: 3GPP Contribution: R1-050245, "Uplink Multiple Access for EUTRA", Motorola, 7 April 2005], [referensi: 3GPP Contribution: R1-050248, "Uplink Multiple Access Scheme for Evolved UTRA" NTT DOCOMO, 7 April 2005]. Jadi tidak mungkin kalau paten yang bersangkutan digunakan oleh 4G LTE mengingat paten tersebut didaftarkan setelah hal ini sudah dibahas di mekanisme standarisasi 4G LTE. Implikasinya yang bersangkutan memang tidak bisa mengklaim royalti patent-nya di 4G LTE ('tidak bisa' tentunya berbeda dengan 'tidak mau' seperti yang dikatakannya di harian Kompas [referensi: Teknologi Pulang Kandang, Artikel di Kompas 12 Desember 2014]).
Terlebih itu, seperti yang telah kami jelaskan di atas, paten seperti ini hanyalah salah satu cara, dari berpuluh-puluh cara, untuk meng-implementasikan satu (di antara beberapa) komponen dari OFDM yang dideskripsikan di dalam spesifikasi LTE.
Kami adalah anggota delegasi mewakili tempat kami bekerja di badan standarisasi internasional 3GPP yang secara rutin merumuskan standarisasi di bidang wireless communication, termasuk 3G, 4G dan sekarang 5G. Dari ratusan delegasi, hanya kami berdua yang berasal dari Indonesia, secara tidak langsung kami juga mewakili bangsa Indonesia.
Di dalam forum internasional 3GPP, adanya berita bahwa ada ilmuwan dari Indonesia yang dipandang sebagai penemu 4G ini sempat dibicarakan terutama dengan beberapa perwakilan dari pelaku industri dari Jepang dan Amerika di mana yang bersangkutan bekerja.
Namun para pelaku industri di Jepang dan Amerika tersebut tidak mengetahui eksistensi yang bersangkutan maupun patennya. Bahkan berita yang datang dari Indonesia ini cenderung menjadi bahan candaan dari para peserta/delegasi di forum 3GPP tersebut.
Tentunya ini adalah hal yang mencoreng nama bangsa dan kami sebagai representasi Indonesia di komunitas 3GPP ini merasa terdorong untuk meluruskan berita ini sebelum timbul 'domino effect' yang semakin merendahkan martabat bangsa Indonesia di komunitas wireless telecommunication di dunia.
Paten yang bersangkutan seperti yang dideskripsikan di [referensi: Takao Hara, Anwar Khoirul, Kiyotake Ando, Transmitter and Receiver, US 7804764 B2] adalah variasi/modifikasi dari metoda yang telah digunakan di 4G LTE. Paten ini juga adalah variasi/modifikasi dari metoda yang telah digunakan di sistem komunikasi satelit. Sehingga pada dasarnya tidak ada yang fundamental yang terkait dengan 4G LTE dalam hal yang dipatenkannya.
Kami sangat menyesalkan hal ini bisa terjadi mengingat status yang bersangkutan sebagai peneliti internasional dan seorang, Assistant Professor di sebuah universitas di Jepang dan juga sebagai salah satu penerima Bakrie Award. Walaupun yang bersangkutan sudah berusaha meluruskan lewat tulisan blog pribadinya di tahun 2014, tidak ada upaya untuk meluruskan beritanya di berbagai seminar atau konferensi yang diorganisir oleh kelompok dari Indonesia dimana dia menjadi pembicara utamanya.
Hingga saat ini predikat yang melekat pada diri yang bersangkutan sebagai 'penemu 4G LTE' masih kerap dipakai oleh berbagai organisasi di Indonesia [referensi: Seminar PPI Shizuoka 16 Maret 2016]. Untuk mencegah misinformasi lebih lanjut yang dapat merugikan nama bangsa Indonesia di komunitas wireless communication di level global, melalui tulisan ini kami menyarankan kepada pihak-pihak yang bersangkutan agar melakukan klarifikasi aktif mengenai ihwal 'penemuan' ini.
Penulis:
Dr. Basuki Priyanto saat ini berprofesi sebagai Master Researcher di Sony Mobile Communications AB berlokasi di Lund, Swedia. Dr. Priyanto melakukan riset di fasa awal LTE sejak tahun 2005 hingga kini dan aktif berkontribusi sebagai delegasi 3GPP RAN1. Sepanjang kariernya telah menghasilkan puluhan patent berkaitan dengan aspek implementasi dan spesifikasi LTE.
Dr. Eko Onggosanusi pada saat ini sebagai Direktur Riset di Samsung Research America berlokasi di Dallas, Amerika Serikat. Dr. Onggosanusi telah menjadi delegasi 3GPP RAN1 sejak tahun 2005 sampai sekarang dan berperan sebagai kontributor aktif di dalam teknologi LTE. Dr. Onggosanusi adalah seorang penemu yang memegang banyak paten di bidang LTE, baik spesifikasi maupun implementasi.
Artikel ini adalah ekspresi dari opini dan analisa pribadi kedua penulis.
Sumber artikel detikom http://www.detik.com/inet/read/2016/03/16/073649/3165775/328/apakah-penemu-4g-lte-dari-indonesia?utm_source=inet&utm_medium=Facebook&utm_campaign=CMS+Socmed
Jakarta - Artikel ini ditulis dengan maksud untuk berkontribusi kepada upaya pelurusan pemberitaan dan informasi di bidang komunikasi selular yang kami pandang berpotensi memunculkan misinformasi kepada masyarakat dalam melihat kiprah dan upaya anak bangsa Indonesia di bidang ini pada tingkat global yang sebenarnya cukup membanggakan.
Apakah 4G LTE?
4G LTE (Long Term Evolution) adalah sistem komunikasi selular generasi ke-4 untuk menggantikan sistem sebelumnya yang lebih umum dikenal dengan 3G WCDMA (HSPA) atau pun 2G GSM/EDGE.
Sebagai generasi yang terbaru, 4G LTE memiliki banyak keunggulan dibandingkan dengan generasi- generasi sebelumnya dan yang paling mudah dikenal adalah kecepatan data yang lebih tinggi seperti yang diilustrasikan melalui gambar di bawah ini [referensi: TeliaSonera Annual Report 2008]. Saat ini kecepatan 4G LTE sudah menembus lebih dari 1 Gbps yang berarti puluhan kali lebih cepat dari sistem sebelumnya, 3G.
Salah satu komponen fundamental di 4G LTE yang memungkinkan untuk mencapai kecepatan data yang tinggi adalah penggunaan metoda modulasi Orthogonal Frequency Division Multiplexing (OFDM) untuk sisi komunikasi dari base-station ke handphone (Downlink) dan metoda Single Carrier- Frequency Division Multiple Access (SC-FDMA) untuk sisi komunikasi dari handphone ke base- station (Uplink).
OFDM sudah ditemukan sekitar tahun 1970-an. Setelahnya banyak sekali varian dari OFDM. SC-FDMA adalah modifikasi sederhana dari metoda OFDM dengan menambahkan modul Fast Fourier Transform(FFT) di sisi pemancar pada handphone sehingga penggunaan power amplifier bisa lebih effisien dan menjadikan hemat baterai.
Masih banyak lagi komponen-komponen fundamental lainnya di 4G LTE, misalnya MIMO, link adaptation, HetNet, dsb. Hal ini menjadikan 4G LTE suatu sistem yang mempunyai kompleksitas cukup tinggi di sisi handphone, base-station, dan jaringan infrastruktur.
Bagaimana Proses Pembentukan 4G LTE?
4G LTE dibuat dan dirumuskan dalam sebuah badan standarisasi internasional yang dinamakan 3GPP (3rd Generation Partnership Project). 3GPP memiliki anggota hampir semua pelaku industri di bidang telekomunikasi dan berbagai pusat penelitian di seluruh dunia, di antaranya termasuk vendor telekomunikasi, seperti Ericsson, Huawei, Samsung, Nokia, Qualcomm, Sony, operator telekomunikasi seperti NTT Docomo, KDDI, AT&T, KT Corporation, Telia Sonera, Vodafone, Orange, dsb.
Proses perumusannya berawal dari fasa study item (study kelayakan) sekitar 2005 awal dan dilanjutkan dengan fasa working item (perumusan standard). Prosesnya, hampir semua anggota 3GPP mengusulkan ide dan proposalnya, mendiskusikan secara bersama-sama. Misalnya mempertimbangkan dari segi kompleksitas dan performa.
Pada umumnya, sebelum mengusulkan ide atau proposalnya, ide tersebut sudah terproteksi dalam bentuk paten. Proses perumusan standard 4G LTE memerlukan proses yang cukup panjang dan pertemuan diselenggarakan hampir setiap bulan di berbagai negara dan benua.
Umumnya, bentuk terakhir dari suatu feature yang diputuskan bersama adalah hasil dari gabungan (sintesis) dari beberapa proposal yang diakui kompetifif. Jarang sekali ada proposal tunggal dari satu perusahaan yang diadopsi tanpa modifikasi (as it is).
Keputusan ini diambil melalui proses konsensus (musyawarah). Akhirnya, pada saat setelah standar dokumen (yang dikenal sebaga spesifikasi) sudah diresmikan maka semua vendor telekomunikasi akan mengimplementasikan produknya sesuai dengan standar tersebut.
Contohnya, deskripsi teknologi LTE dapat ditemukan di dalam berbagai dokumen spesifikasi di setiap lapisan akses. Untuk lapisan fisik (physical/PHY layer/Layer 1), 4 dokumen spesifikasi inti telah dibentuk. Untuk lapisan di atas (medium access control dan radio resource controller), 2 dokumen spesifikasi ini telah dibentuk. Hal ini yang memungkinkan produk 4G LTE bisa digunakan di seluruh dunia.
Ada hal lainnya yang perlu dimengerti oleh pihak-pihak yang tidak langsung terlibat di dalam penulisan spesifikasi. Pertama, sebagai badan standardisasi, 3GPP hanya memuat komponen yang esensial di dalam spesifikasi. Contohnya, di dalam dokumen spefisikasi LTE, OFDM diformulasikan sebagai penjumlahan berbagai sinusoid dengan frekuensi yang berbeda-beda. Tetapi spesifikasi LTE tidak mengharuskan vendor untuk memakai skema FFT (Fast Fourier Transform) ataupun skema FFT tertentu (karena FFT dapat diimplementasikan dengan berbagai cara).
Salah satu motivasinya adalah memberikan kebebasan kompetitif kepada berbagai vendor untuk menggunakan skema mereka sendiri di dalam produk mereka.
Jadi, seorang penemu skema FFT yang berbeda dari sebelumnya tidak bisa mengklaim bahwa penemuannya telah atau akan dipakai untuk LTE. Si penemu tentunya dapat mengklaim bahwa skema FFT yang ditemukannya adalah salah satu cara ' mplementasi' untuk pemancar (transmitter) atau penerima (receiver) LTE. Dia tidak dapat mengklaim lebih banyak daripada itu. Terlebih lagi, FFT hanyalah salah satu dari 4 atau 5 komponen pembentuk OFDM.
Siapakah Penemu 4G LTE?
Seperti yang telah dijelaskan di atas, setiap feature di dalam teknologi LTE sering kali adalah hasil sintesis dari beberapa proposal. Komponen-komponen tersebut dirumuskan secara bersama-sama oleh pelaku industri dalam forum 3GPP.
Teknologi LTE sendiri dirumuskan di dalam 6 dokumen spesifikasi yang kompleks. Tentunya di dalam 4G LTE terdapat ribuan komponen penting yang saling terkait satu sama lainnya. Jadi, tidaklah mungkin bahwa seseorang atau bahkan satu institusi dapat mengklaim sebagai penemu 4G LTE.
Sayangnya, dalam waktu beberapa tahun belakangan ini beredar pemberitaan di surat kabar atau di media sosial bahwa penemu 4G LTE adalah salah seorang warga negara Indonesia (link artikel terkait di sini, di sinidan di sini). Mungkin bisa jadi ini adalah kesalahan dari wartawan atau aktivis media sosial yang terbawa oleh keinginan untuk membanggakan prestasi anak bangsa Indonesia.
Namun perlu dipahami bahwa wartawan atau aktivis media sosial pada umumnya adalah masyarakat awam, yang tidak memiliki pengetahuan mendetil mengenai bidang ini. Terutama apabila misinformasi ini diperkuat oleh pernyataan 'sang penemu' tersebut yang menyatakan bahwa 4G LTE telah menggunakan atau mengadopsi hasil temuannya yang berupa penggunaan sepasang FFT di pemancar untuk menghemat konsumsi daya [referensi: Teknologi Pulang Kandang, Artikel di Kompas 12 Desember 2014].
Bisa jadi pernyataan seperti ini yang kemudian mengarahkan para wartawan atau masyarakat pada umumnya untuk memandang yang bersangkutan benar-benar sebagai penemu 4G LTE.
Temuan/paten yang bersangkutan terkait sepasang modul FFT didaftarkan pertama kali pada Agustus 2005 [referensi: Takao Hara, Anwar Khoirul, Kiyotake Ando, Transmitter and Receiver, US 7804764 B2]. Padahal penggunaan sepasang FFT pada transmitter sudah banyak ditemukan di publikasi internasional jauh sebelum Agustus 2005. Salah satunya adalah tulisan profesor terkemuka dari Jerman, Hermann Rohling dan mahasiswanya pada tahun 2002.
Selain itu, pada saat 4G LTE masih berada di fasa study kelayakan pada pertemuan pertama kali, beberapa perusahaan sudah mengusulkan penggunaan ide ini [referensi: 3GPP Contribution: R1-050245, "Uplink Multiple Access for EUTRA", Motorola, 7 April 2005], [referensi: 3GPP Contribution: R1-050248, "Uplink Multiple Access Scheme for Evolved UTRA" NTT DOCOMO, 7 April 2005]. Jadi tidak mungkin kalau paten yang bersangkutan digunakan oleh 4G LTE mengingat paten tersebut didaftarkan setelah hal ini sudah dibahas di mekanisme standarisasi 4G LTE. Implikasinya yang bersangkutan memang tidak bisa mengklaim royalti patent-nya di 4G LTE ('tidak bisa' tentunya berbeda dengan 'tidak mau' seperti yang dikatakannya di harian Kompas [referensi: Teknologi Pulang Kandang, Artikel di Kompas 12 Desember 2014]).
Terlebih itu, seperti yang telah kami jelaskan di atas, paten seperti ini hanyalah salah satu cara, dari berpuluh-puluh cara, untuk meng-implementasikan satu (di antara beberapa) komponen dari OFDM yang dideskripsikan di dalam spesifikasi LTE.
Kami adalah anggota delegasi mewakili tempat kami bekerja di badan standarisasi internasional 3GPP yang secara rutin merumuskan standarisasi di bidang wireless communication, termasuk 3G, 4G dan sekarang 5G. Dari ratusan delegasi, hanya kami berdua yang berasal dari Indonesia, secara tidak langsung kami juga mewakili bangsa Indonesia.
Di dalam forum internasional 3GPP, adanya berita bahwa ada ilmuwan dari Indonesia yang dipandang sebagai penemu 4G ini sempat dibicarakan terutama dengan beberapa perwakilan dari pelaku industri dari Jepang dan Amerika di mana yang bersangkutan bekerja.
Namun para pelaku industri di Jepang dan Amerika tersebut tidak mengetahui eksistensi yang bersangkutan maupun patennya. Bahkan berita yang datang dari Indonesia ini cenderung menjadi bahan candaan dari para peserta/delegasi di forum 3GPP tersebut.
Tentunya ini adalah hal yang mencoreng nama bangsa dan kami sebagai representasi Indonesia di komunitas 3GPP ini merasa terdorong untuk meluruskan berita ini sebelum timbul 'domino effect' yang semakin merendahkan martabat bangsa Indonesia di komunitas wireless telecommunication di dunia.
Paten yang bersangkutan seperti yang dideskripsikan di [referensi: Takao Hara, Anwar Khoirul, Kiyotake Ando, Transmitter and Receiver, US 7804764 B2] adalah variasi/modifikasi dari metoda yang telah digunakan di 4G LTE. Paten ini juga adalah variasi/modifikasi dari metoda yang telah digunakan di sistem komunikasi satelit. Sehingga pada dasarnya tidak ada yang fundamental yang terkait dengan 4G LTE dalam hal yang dipatenkannya.
Kami sangat menyesalkan hal ini bisa terjadi mengingat status yang bersangkutan sebagai peneliti internasional dan seorang, Assistant Professor di sebuah universitas di Jepang dan juga sebagai salah satu penerima Bakrie Award. Walaupun yang bersangkutan sudah berusaha meluruskan lewat tulisan blog pribadinya di tahun 2014, tidak ada upaya untuk meluruskan beritanya di berbagai seminar atau konferensi yang diorganisir oleh kelompok dari Indonesia dimana dia menjadi pembicara utamanya.
Hingga saat ini predikat yang melekat pada diri yang bersangkutan sebagai 'penemu 4G LTE' masih kerap dipakai oleh berbagai organisasi di Indonesia [referensi: Seminar PPI Shizuoka 16 Maret 2016]. Untuk mencegah misinformasi lebih lanjut yang dapat merugikan nama bangsa Indonesia di komunitas wireless communication di level global, melalui tulisan ini kami menyarankan kepada pihak-pihak yang bersangkutan agar melakukan klarifikasi aktif mengenai ihwal 'penemuan' ini.
Penulis:
Dr. Basuki Priyanto saat ini berprofesi sebagai Master Researcher di Sony Mobile Communications AB berlokasi di Lund, Swedia. Dr. Priyanto melakukan riset di fasa awal LTE sejak tahun 2005 hingga kini dan aktif berkontribusi sebagai delegasi 3GPP RAN1. Sepanjang kariernya telah menghasilkan puluhan patent berkaitan dengan aspek implementasi dan spesifikasi LTE.
Dr. Eko Onggosanusi pada saat ini sebagai Direktur Riset di Samsung Research America berlokasi di Dallas, Amerika Serikat. Dr. Onggosanusi telah menjadi delegasi 3GPP RAN1 sejak tahun 2005 sampai sekarang dan berperan sebagai kontributor aktif di dalam teknologi LTE. Dr. Onggosanusi adalah seorang penemu yang memegang banyak paten di bidang LTE, baik spesifikasi maupun implementasi.
Artikel ini adalah ekspresi dari opini dan analisa pribadi kedua penulis.
Sumber artikel detikom http://www.detik.com/inet/read/2016/03/16/073649/3165775/328/apakah-penemu-4g-lte-dari-indonesia?utm_source=inet&utm_medium=Facebook&utm_campaign=CMS+Socmed
0 komentar:
Posting Komentar